Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

MUSIK ITU...? YA DANGDUT!

Ngopi sambil mendengar(kan) musik itu ibarat mencicipi suasana surga: penuh kedamaian, penuh ketenangan. Ngopi sambil mendengar(kan) musik, percayalah, mampu memulihkan dan menetralkan pikiran dan jiwa setelah dipaksa berlelah-lelah beraktivitas. Perkara musik yang bagaimana, genre-nya, kembali pada iman masing-masing. Alkisah -- yang sempat berulang-ulang dikisahkan oleh Kang Said, lebih dari 1000 tahun yang lalu, seorang Abu Nashr Muhammad diundang penguasa Syiria untuk turut menyaksikan pertunjukan musik oleh pemusik-pemusik andalan istana. Di tengah pertunjukan, tiba-tiba Abu Nashr interupsi karena menurutnya ada yang "fals" dari permainan musik itu. Ia lantas meminta izin untuk unjuk kebolehan di depan hadirin dan Sang Raja. Tak disangka, begitu ia memainkan alat musik, seluruh yang hadir tiba-tiba menjadi tertawa. Ia ganti komposisi musiknya, hadirin berubah menangis. Ia ganti "kunci"-nya, hadirin tertidur! Itulah "karomah" dari Abu Nashr, yang l...

ESA MUTLAK-ESA METAFORIS: Konsep Al Kindi tentang Sifat-Sifat Tuhan

Gambar
Sifat-sifat Tuhan termasuk salah satu persoalan teologi dan filsafat sebelum hingga masa Al Kindi, dengan 3 aliran mainstream yg muncul: Musyabbihah, Mu'tazilah, dan Asy'ariyah. Menurut Musyabbihah, sifat-sifat yang dimiliki Tuhan sama dengan sifat-sifat manusia. Ia punya tangan, badan, hingga singgasana tempat Ia duduk, meskipun bagaimana bentuk tangan dan badan-Nya, serta bagaimana Ia duduk, tak terbayangk an manusia. Sedangkan bagi Mu'tazilah, sifat dan dzat Tuhan manunggal karena ke-Esa-annya. Ke-Maha-Perkasa-an Tuhan bukan karena sifat atau kekuatan diluar diri-Nya melainkan dengan kekuatan yang merupakan esensi-Nya. Adapun Asy'ariyah menyatakan bahwa sifat Tuhan (Maha Perkasa, dst) berbeda dengan (bukan) dzat-Nya. Sifat Tuhan juga tidak sama dengan sifat manusia, sehingga terpisahnya dzat dengan sifat Tuhan tidak merusak ke-Esa-an-Nya. Pemikiran Al Kindi mengenai sifat Tuhan sebagaimana tertuang dalam al-Falsafah al-Ula identik dengan mu'tazilah. Namun...

16 KOPER BUKU vs 3 ANAK KECIL

Hari itu tanggal 1 Februari 1942. Sebuah heli berkapasitas kecil, MLD Catalina, pagi-pagi buta berputar-putar mencari lokasi pendaratan di atas teluk Banda Naira, pulau kecil kaya rempah di Maluku Tengah. Begitu kaki-kaki heli menjejak tanah pantai yang datar, co-pilot, seorang perwira Belanda berperawakan kurus, dengan cepat-cepat menuju ke rumah dimana dua orang buangan sejak 6 tahun lalu tinggal. Orang buangan itu tak lain adalah Hatta dan Syahrir. Oleh perwira Belanda tadi, Hatta dan Syahrir diberi waktu kurang dari satu jam untuk mengemasi barang-barangnya, untuk kemudian dibawa meninggalkan Banda Naira. Hatta, demikian juga Syahrir, siap menaiki Catalina. Barang-barang pribadi juga sedia dinaikkan ke Catalina, termasuk 16 koper buku milik Hatta dan 3 anak angkat Syahrir yang masih kecil-kecil, yang salah satunya masih 3 tahun. Mendadak masalah muncul. Catalina tak muat untuk dimasuki seluruh calon rombongan. Pilihannya tinggal dua: 16 koper buku ataukah 3 anak kecil yang dibawa...