MUSIK ITU...? YA DANGDUT!
Ngopi sambil mendengar(kan) musik itu ibarat mencicipi suasana surga: penuh kedamaian, penuh ketenangan. Ngopi sambil mendengar(kan) musik, percayalah, mampu memulihkan dan menetralkan pikiran dan jiwa setelah dipaksa berlelah-lelah beraktivitas. Perkara musik yang bagaimana, genre-nya, kembali pada iman masing-masing.
Alkisah -- yang sempat berulang-ulang dikisahkan oleh Kang Said, lebih dari 1000 tahun yang lalu, seorang Abu Nashr Muhammad diundang penguasa Syiria untuk turut menyaksikan pertunjukan musik oleh pemusik-pemusik andalan istana. Di tengah pertunjukan, tiba-tiba Abu Nashr interupsi karena menurutnya ada yang "fals" dari permainan musik itu. Ia lantas meminta izin untuk unjuk kebolehan di depan hadirin dan Sang Raja. Tak disangka, begitu ia memainkan alat musik, seluruh yang hadir tiba-tiba menjadi tertawa. Ia ganti komposisi musiknya, hadirin berubah menangis. Ia ganti "kunci"-nya, hadirin tertidur!
Itulah "karomah" dari Abu Nashr, yang lebih dikenal dengan nama al Farabi, yang kondang sebagai filsuf dengan konsep emanasinya. Padahal, ia, al Farabi, juga musikus ulung, yang menciptakan not musik yang hingga beberapa masa dijadikan standar dunia.
Masih ada beberapa nama lagi selain al Farabi, yang selain dikenal sebagi filsuf juga merupakan maestro musik dunia. Sebut saja diantaranya, Ibnu Sina, bapak kedokteran yang juga dikaji konsep emanasinya, juga Ibnu Bajjah yang ahli tentang teori-teori kedokteran hingga astronomi. Kemudian ada Maulana Jalaludin Rumi, Sang Whirling Devhises, sufi agung Maulawiyah, hingga Ibnu Khaldun yang banyak dikaji ilmu sosiologinya. Kesemuanya lebih dikenal sebagai filsuf (muslim), namun seakan tak ada yang mengenal(kan?) mereka sebagai maestro musik kelas dunia. Coba lihat materi ilmu musik di sekolah menengah, atau cari artikel, atau literatur tentang sejarah musik: apakah nama-nama diatas muncul?
Walhasil, mempelajari, mengkaji konsep-konsep filsafat mereka, jangan sampai lupa untuk mendengarkan musik. Karena musik, tak cuma dapat menciptakan perasaan nyaman, tenang, dan damai, tetapi juga dapat mengendalikan emosi dan mengembangkan spiritual. Demikian kata al Farabi. Bahkan, masih menurut murid al Kindi itu, musik adalah terapi yang menyembuhkan berbagai macam penyakit! Lebih jauh, musik, kata Rumi, adalah gerbang menuju keabadian.
Musik, dalam kehidupan sosial-politik, menjadi aktor penting pemersatu bangsa. Tanyakan kepada Tika Panggabean atau Herman Mokalu: "Apakah yang bisa menyatukan kita?". Jawab mereka, pasti, "Salah satunya dengan musik!"
Wallahu a'lam. Bagaimanapun juga, saya adalah penikmat musik, meskipun, "masalah"-nya, bukan musik-musik mistik ala Rumi, atau simfoni macam Mozart atau Beethoven yang menjadi favorit (alm.) Gus Dur, yang bahkan menjelang wafatnya saja beliau masih minta diperdengarkan. Pernah beberapa kali saya berupaya menikmati alunan simfoni kesukaan Gus Dur itu, Beethoven nomor 7 dan Mozart nomor 4, namun sekian kali itu tak pernah mencapai ekstase. Ekstase lewat musik, yang beberapa kali saya alami, malah sebab pukulan ketipungnya Cak Selamet! Ya, koplo ala OM Palapa! Genre musik rakyat, yang simpel, yang mampu mendidihkan gejolak jiwa.
Jadi teringat kata-kata seorang teman, mantan gitaris dangdut, yang turut mengiringi orkes waktu peresmian PKB Trenggalek belasan tahun yang laku, bahwa soal musik, watak orang Indonesia itu ya dangdut!
"Dangdut is the musix of my country". Jreng...
Alkisah -- yang sempat berulang-ulang dikisahkan oleh Kang Said, lebih dari 1000 tahun yang lalu, seorang Abu Nashr Muhammad diundang penguasa Syiria untuk turut menyaksikan pertunjukan musik oleh pemusik-pemusik andalan istana. Di tengah pertunjukan, tiba-tiba Abu Nashr interupsi karena menurutnya ada yang "fals" dari permainan musik itu. Ia lantas meminta izin untuk unjuk kebolehan di depan hadirin dan Sang Raja. Tak disangka, begitu ia memainkan alat musik, seluruh yang hadir tiba-tiba menjadi tertawa. Ia ganti komposisi musiknya, hadirin berubah menangis. Ia ganti "kunci"-nya, hadirin tertidur!
Itulah "karomah" dari Abu Nashr, yang lebih dikenal dengan nama al Farabi, yang kondang sebagai filsuf dengan konsep emanasinya. Padahal, ia, al Farabi, juga musikus ulung, yang menciptakan not musik yang hingga beberapa masa dijadikan standar dunia.
Masih ada beberapa nama lagi selain al Farabi, yang selain dikenal sebagi filsuf juga merupakan maestro musik dunia. Sebut saja diantaranya, Ibnu Sina, bapak kedokteran yang juga dikaji konsep emanasinya, juga Ibnu Bajjah yang ahli tentang teori-teori kedokteran hingga astronomi. Kemudian ada Maulana Jalaludin Rumi, Sang Whirling Devhises, sufi agung Maulawiyah, hingga Ibnu Khaldun yang banyak dikaji ilmu sosiologinya. Kesemuanya lebih dikenal sebagai filsuf (muslim), namun seakan tak ada yang mengenal(kan?) mereka sebagai maestro musik kelas dunia. Coba lihat materi ilmu musik di sekolah menengah, atau cari artikel, atau literatur tentang sejarah musik: apakah nama-nama diatas muncul?
Walhasil, mempelajari, mengkaji konsep-konsep filsafat mereka, jangan sampai lupa untuk mendengarkan musik. Karena musik, tak cuma dapat menciptakan perasaan nyaman, tenang, dan damai, tetapi juga dapat mengendalikan emosi dan mengembangkan spiritual. Demikian kata al Farabi. Bahkan, masih menurut murid al Kindi itu, musik adalah terapi yang menyembuhkan berbagai macam penyakit! Lebih jauh, musik, kata Rumi, adalah gerbang menuju keabadian.
Musik, dalam kehidupan sosial-politik, menjadi aktor penting pemersatu bangsa. Tanyakan kepada Tika Panggabean atau Herman Mokalu: "Apakah yang bisa menyatukan kita?". Jawab mereka, pasti, "Salah satunya dengan musik!"
Wallahu a'lam. Bagaimanapun juga, saya adalah penikmat musik, meskipun, "masalah"-nya, bukan musik-musik mistik ala Rumi, atau simfoni macam Mozart atau Beethoven yang menjadi favorit (alm.) Gus Dur, yang bahkan menjelang wafatnya saja beliau masih minta diperdengarkan. Pernah beberapa kali saya berupaya menikmati alunan simfoni kesukaan Gus Dur itu, Beethoven nomor 7 dan Mozart nomor 4, namun sekian kali itu tak pernah mencapai ekstase. Ekstase lewat musik, yang beberapa kali saya alami, malah sebab pukulan ketipungnya Cak Selamet! Ya, koplo ala OM Palapa! Genre musik rakyat, yang simpel, yang mampu mendidihkan gejolak jiwa.
Jadi teringat kata-kata seorang teman, mantan gitaris dangdut, yang turut mengiringi orkes waktu peresmian PKB Trenggalek belasan tahun yang laku, bahwa soal musik, watak orang Indonesia itu ya dangdut!
"Dangdut is the musix of my country". Jreng...
Komentar
Posting Komentar