Sebuah Catatan di Tahun Baru: Tidak Ada Alasan Untuk Tidak Belajar

Di hari pertama tahun 2014 ini, saya lewati dengan aktivitas seperti biasa. Maksudnya, saya memang tidak menganggap bahwa hari ini adalah hari yang – mungkin bagi beberapa orang – dapat dikatakan istimewa, atau paling tidak, lain dari hari-hari biasa. Beberapa kawan saya mengaku memanfaatkan momen awal tahun dengan mengunjungi tempat-tempat wisata, ada yang bersama kekasihnya, ada juga yang beramai-ramai. Apalagi, permulaan tahun merupakan hari libur nasional sehingga wajar jika hari ini diisi dengan momen-momen yang menyenangkan bersama orang-orang terdekat.

Tidak ada agenda spesial yang saya rencanakan di permulaan tahun ini, kecuali bermalas-malasan menikmati hari libur. Bagaimana tidak, pukul 08.00 pagi saya baru beranjak dari tempat tidur. Itu pun tidak langsung tidak langsung mandi atau sarapan pagi. Sambil menunggu mata benar-benar melek, saya duduk di depan televisi. Saya cari-cari chanel yang menyiarkan kabar hari ini. Baru selang setengah jam kemudian, saya bergegas mandi dan makan pagi.

Meskipun tidak mempunyai agenda khusus, setidaknya ada dua acara yang sudah saya rencanakan. Pertama mengunjungi teman saya yang istrinya baru saja melahirkan, dan kedua berpatisipasi dalam kegiatan launching Kedai Sinau oleh QLC (Quantum Litera Center), salah satu atau mungkin satu-satunya komunitas literasi yang eksis di Trenggalek sekarang ini. Sayangnya, ketika pukul 09.30 WIB saya bersama istri siap untuk berangkat, mendadak hujan turun dengan deras. Daripada kehujanan, atau berepot-repot mengenakan jas hujan, saya menunda kepergian saya sampai hujan reda. Baru pukul 11.30 WIB, setelah hujan benar-benar reda, saya bersama istri saya meluncur ke rumah kawan saya, “jagong bayi” istilah jawanya.

Hal yang menarik ketika berada di rumah kawan saya, selain dalam rangka silaturahmi, adalah sharing pengalaman selama istrinya mengandung hingga melahirkan. Panjang lebar kawan saya menceritakan pengalamannya mulai bagaimana dan dimana ia memeriksakan istrinya selama masa kehamilan, dimana saja alternatif rumah bersalin yang bagus, hingga cerita bagaimana kegundahan dan kebahagiaan saat istrinya dalam proses melahirkan kemudian bayinya lahir. Sungguh referensi yang berharga, untuk persiapan istri saya kelak. Setelah satu jam berlalu, saya pun pamit pulang, hendak bergeser ke Kedai Sinau dimana teman-teman pegiat literasi Trenggalek menyelenggarakan khataman Al Qur’an. Namun terlebih dahulu, saya dan istri saya harus ke rumah simbah yang hari ini bersama beberapa tetangga, beliau menanam padi secara bergotong royong. Maklum, simbah adalah seorang petani sejak kecil. Meskipun sawahnya tidak terlalu luas, lewat hasil pertanian itulah anak-anaknya terutama ibu saya, anak sulungnya dulu, sekitar 30 tahun yang lalu dapat menyelesaikan studinya di Yogyakarta. Sebuah prestasi yang patut disyukuri sebagai berkah perjuangan yang tak kenal lelah dari seorang petani. Itulah sebabnya mengapa saya selalu berusaha dapat membantu beliau dalam pekerjaannya di sawah, baik ketika musim tanam, mengairi sawah, maupun musim panen tiba.

Selang beberapa lama di rumah simbah, jam di atas balai-balai menunjukkan pukul 14.00 WIB ketika saya berpamitan untuk bergeser lagi ke Kedai Sinau. Di sana, sudah banyak kawan saya yang datang, bahkan beberapa datang sejak pagi hari untuk membaca Al Qur’an. Saya yang semula berniat ikut membaca satu atau dua juz Al Qur’an akhirnya hanya berbincang-bincang dengan Nurani Soyomukti, seorang penulis yang sudah malang melintang di dunia literasi dan sastra sekaligus direktur Quantum Litera Center Trenggalek. Ia lah yang menggawangi berdirinya GoBook atau lebih dikenal sebagai Kedai Sinau, yang hari ini sedang diselenggarakan peresmiannya.

Beberapa waktu lalu, setahu saya, di depan kedai ini bertuliskan GoBook. Saya pikir, hal ini dilatari oleh konsep sederhana kedai itu. Atau mungkin karena letaknya yang berhimpitan dengan kafe yang dikenal bonafide, elit, dengan pengunjung berkantong tebal. Namun jangan salah, isinya sama sekali tidak dapat dikatakan sepele. Tidak hanya menawarkan minuman-minuman ringan semisal kopi dan menu-menu standar kedai lainnya. Kedai Sinau ini sarat akan nuansa belajar. Di dalamnya tersedia buku-buku pengetahuan, mulai bacaan ringan seperti novel, komik hingga karya-karya pemikir besar. Tidak ketinggalan, buku-buku karya penulis dan sastrawan lokal Trenggalek seperti Nurani Soyomukti, Rihanan, Priyo Pambudi Utomo dan lainnya juga berjejer di rak-rak yang ada. Dan sambil minum secangkir kopi, pengunjung bebas untuk memilih buku apa saja untuk dibaca.

Setelah memesan segelas kopi – yang akhirnya lupa saya bayar (he he he), saya sempat berbincang ringan dengan mas Nurani. Dari pengalaman yang sudah-sudah, tidak ada obrolan antara saya dengannya yang tidak ada manfaatnya, minimal suatu inspirasi atau motivasi. Terlebih, ketika kami sedang asyik mengobrol, datang pak Ngainun Naim, penulis kawakan yang juga seorang dosen saya sehingga obrolan kami semakin menyenangkan. Hingga tak terasa, bacaan Al Qur’an telah khatam yang dilanjutkan dengan kenduri tasyakuran khotmil Qur’an. Dan setelah menyantap ‘sekul suci ulam sari’ bersama-sama, saya dan istri saya pun pamit pulang.

Memang, meskipun di hari yang spesial ini, tidak ada agenda yang spesial yang saya rencanakan. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada pelajaran yang saya dapati. Hari ini, selain pengalaman sebagai ‘suami siaga’ dari kawan saya, inspirasi yang selanjutnya menjadi motivasi kembali saya peroleh dari salah seorang senior saya, mas Nurani Soyomukti. Dan meskipun pada puncak acara launching Kedai Sinau malam harinya saya tidak jadi hadir – karena ada tugas mendadak dari orang tua, dengan semangat pendidikan, semoga Kedai Sinau semakin mendekatkan budaya literasi (membaca) kepada muda-mudi Trenggalek.

Saya sering teringat salah satu hadith – meskipun perkataan ini diperoleh dari sebuah mimpi ketika bertemu Rasulullah saw; “Jika hari ini sama dengan kemarin berarti merugi, jika hari ini lebih buruk dari kemarin berarti celaka, dan jika hari ini lebih baik dari hari kemarin berarti beruntung.” ....... Salam Literasi!


Komentar