Dasar Pemikiran Term of Reference Seminar Pendidikan


Hiruk pikuk dalam dunia pendidikan baru-baru ini sempat menarik perhatian publik selama beberapa lama mulai dari kalangan akademisi, mahasiswa, pelaku pendidikan, birokrasi bahkan presiden. Hampir setiap hari persoalan pendidikan menjadi topik pembahasan utama di media eletronik maupun cetak.
Setelah persoalan pelaksanaan Ujian Nasional yang dikritik habis-habisan  hingga mencuatnya wacana penghapusan UN mulai reda, dunia pendidikan kembali ramai diperbincangkan. Kali ini, wacana pergantian kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuju Kurikulum 2013 menjadi topik hangat nasional. Seakan perbincangan mengenai dunia pendidikan tidak akan habis dan selalu menjadi bahan diskusi yang menarik.
Dalam satu dekade terakhir, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan beberapa kali pengembangan – lebih tepatnya pergantian – kurikulum. Pada tahun 2001, pemerintah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemudian pada tahun 2006 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang mana mulai tahun ajaran 2013-2014, berganti lagi menjadi Kurikulum 2013. Terlepas dari pro-kontra dan wacana yang berkembang, pergantian tersebut dimaksudkan pemerintah untuk terus menjaga dan mengembangkan pembangunan pendidikan yang berbasis kepentingan bangsa dan negara yakni terwujudnya lulusan yang mampu bersaing tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional dan internasional dengan beberapa kompetensi yang ditentukan, serta sebagai upaya mendukung pemecahan berbagai persoalan bangsa Indonesia.
Kurikulum 2013, sebagaimana sering disampaikan oleh Menteri Pendidikan adalah sebagai penyempurna kurikulum yang telah ada sebelumnya yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sebagai kurikulum yang disempurnakan, niscaya belum dipahami oleh masyarakat luas khususnya oleh pendidik baik di pendidikan tingkat dasar maupun menengah. Oleh sebab itulah, pemerintah gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar Kurikulum 2013 dapat benar-benar dapat diterapkan pada pertengahan tahun 2013 atau tahun ajaran 2013-2014.
Bagaimanapun juga, kurikulum merupakan instrumen penting dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum, proses dan tujuan pendidikan menjadi tidak jelas dan tak terarah. Hal ini dikarenakan kurikulum setidak-tidaknya mengandung tiga komponen. Pertama, kurikulum merupakan suatu program untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu baik tujuan yang ingin dicapai lembaga pendidikan secara keseluruhan maupun dalam masing-masing bidang studi. Kedua, isi kurikulum memuat jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program dalam masing-masing bidang studi. Dan ketiga, organisasi atau strategi kurikulum baik secara horisontal maupun vertikal. Sebagai salah satu komponen yang sangat menentukan dalam pendidikan kurikulum juga memiliki desain atau kerangka dasar serta prinsip-prinsip yang kesemuanya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Oleh karena itulah pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan dituntut untuk dapat menciptakan satu formulasi kurikulum yang tepat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang berujung pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana amanat preambule UUD 1945. Selain itu sebagai penyelenggara pendidikan, pemerintah juga disokong dengan pendanaan yang cukup besar yakni dua puluh persen atau seperlima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Maka wajar apabila masyarakat mempunyai ekspektasi tinggi kepada pemerintah untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas melalui kebijakan-kebijakan yang diterapkan.
Hal lain yang menarik dari selenggaraan pendidikan di Indonesia adalah terkait dengan pendanaan pendidikan. UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa pembiayaan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah. Kemudian dipertegas dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa alokasi dana pendidikan, selain untuk gaji pendidik, minimal sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini tidak lepas dari pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional dan sebagai prioritas pertama dalam urusan wajib dalam pengalokasian anggaran baik di pemerintah pusat maupun daerah. Namun pada kenyataannya, kebijakan anggaran pendidikan sering dirorot dan dikritisi oleh masyarakat.
Sorotan yang datang baik dari pakar pendidikan maupun masyarakat juga ditujukan pada rencana anggaran pemerintah dengan diterapkannya Kurikulum 2013 nanti. Rencana penerapan kurikulum membuat anggaran untuk pendidikan membengkak sangat besar. Bahkan rencana pembiayaan Kurikulum 2013 sempat mengalami revisi beberapa kali dengan lonjakan yang fantastis. Beberapa daerah pun mengalami kebingungan terkait pendanaannya terutama untuk bimbingan bagi guru sebagai persiapan menyambut Kurikulum baru tersebut.
Dari segi kompentesi, pengintegrasian mata pelajaran dalam rumpun sejenis dinilai sebagai konsep yang terlalu ideal dan tidak memperhitungkan kemampuan guru, terutama di daerah-daerah terpencil. Pengintegrasian mata pelajaran menjadi objek pembelajaran yang tematik integratif mempunyai arti bahwa ada beberapa mata pelajaran yang dihapus. Hal ini berkaitan dengan nasib guru mata pelajaran terutama guru yang sudah lolos sertifikasi yang terancam tidak bisa memenuhi kewajiban mengajar 24 jam pelajaran per minggu.
Pro Kontra terhadap Kurikulum  2013 juga menyangkut universalisasi Kurikulum 2013 di seluruh sekolah se-Indonesia. Dengan sosialisasi yang banyak dilakukan di sekolah perkotaan, banyak pengamat yang khawatir terhadap kesiapan sekolah-sekolah di daerah terpencil yang mana sarana dan prasarana serta kemampuan gurunya yang terbatas. Kurikulum 2013 dinilai tidak bisa memahami daerah terpencil dan hanya cocok untuk kalangan menengah ke atas dan sekolah di perkotaan. Pertanyaan yang kemudian banyak dilontarkan adalah, seberapa efektif kah Kurikulum 2013? Padahal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diperkaya dengan pendidikan karakter belum benar-benar dapat diimplementasikan.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah konsep Kurikulum 2013 ditinjau dari prespektif Pendidikan Islam. Dengan diberlakukannya PP Nomor 55 Tahun 2007, eksistensi pendidikan Islam semakin diakui. Pendidikan Islam, sebagaimana diungkapkan as-Syabany, memang mempunyai ciri yang menonjol dengan karakternya yang bercorak spriritualis dan karakter universalnya yang meliputi segala aspek kepribadian pelajar, tata kehidupan, keseimbangan, kesederhanaan serta tanpa adanya kontradiksi antara konsep dan praksisnya. Selain itu, proses pembinaan rohani, intelektual, dan jasmani yang sekaligus sebagai sasaran utama tujuan pendidikan Islam menjadi acuan sistem pendidikan Islam (Hasan Langulung). Maka, mampukah Kurikulum 2013 dapat mengakomodir pendidikan Islam di Indonesia dalam upaya mewujudkan manusia yang berakhlak ilahiyah yang tetap berada dalam koridor ilmiah?
Maka Seminar Pendidikan ini diselenggarakan dalam upaya mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang Kurikulum 2013. Terlebih, di daerah yang jauh dari ibu kota, wacana pergantian kurikulum dapat dikatakan jarang diperbincangkan. Yang jelas, pro kontra dari berbagai pihak juga tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk menerapkan kurikulum tersebut pada tahun ajaran baru nanti, meskipun akhirnya pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimplementasikannya secara bertahap. Oleh karena itu, diskusi yang mendalam kiranya sangat diperlukan agar pemahaman terhadap Kurikulum 2013 diperoleh secara utuh dan menyeluruh dari berbagai prespektif.

Komentar