CINTA DAN PACARAN DALAM ISLAM


Kata “cinta”, menurut KBBI, merupakan wakil dari perasaan kasih, sayang, atau rindu yang sangat dalam. Tentang makna “Cinta Sejati”, “Cinta Suci”, manusia dari zaman ke zaman dan di belahan dunia manapun seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Di dunia baratpun dikenal adanya hari cinta (Valentine’s Day).

Cinta, kodrat sebagai manusia, pasti ada dalam hati remaja. Dan bunga-bunganya selalu mekar, bahkan kian berkembang. Bunga-bunga cinta muda-mudi yang saling mekar biasanya dirajut dalam hubungan yang indah, pacaran.

Fenomena tersebut, barangkali akibat pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, sinetron, atau lagu-lagu. Sehingga terkesan, masa remaja harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa, bahkan ada yang menganggap sebagai penyemangat belajar.

Persoalannya :     Apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Cinta yang bagaimana yang selama ini menghiasi hati kita? Bagaimana kita harus menyikapi rasa cinta tersebut? Dan bolehkah kita berpacaran?


TENTANG CINTA

Rekan-Rekanita yang saya sayangi, seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.

Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan, efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).

Wah, gimana tuh cinta kita kepada pasangan kita, dan cinta yang selama ini kita dambakan dari pasangan kita? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari?

Alkisah, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar ra. bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik, nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman. Maka sejak hari itu, ia mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara Laila bintu Al Judi. Sehingga ia sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya.

Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.

Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab ra. merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu, berikanlah kepada Abdurrahman ra. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Dan sesuai pesan Khalifah Umar, maka Laila segera diberikan kepada Abdurrahman ra.

Betapa girangnya Abdurrahman, sehingga begitu cintanya ia kepada Laila, sampai-sampai mengabaikan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya. Menyikapi teguran saudarinya, ia berkata: “Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, bagaikan biji delima?”

Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha.  Mendapat pengaduan Laila, ‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:

يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.

Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya.”

Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya.
(Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)

Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Jawabannya ada pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:

كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ ®Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).”

حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ ®  Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.”

Akan tetapi setelah hubungan tersebut telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir keindahan di mata, tapi malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa. Saat itulah, kita mulai menemukan jati diri pasangan kita seperti apa adanya dan mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan tidak hanya urusan paras wajah, kedudukan sosial, atau harta benda.

Persoalannya    : Sebenarnya apa sih Cinta itu? Apakah suatu gejolak perasaan/ rasa tertarik pada lawan jenis?
                                  Dan yang bagaimana lagi, cinta sejati itu?


CINTA SEJATI: CINTA DALAM PANDANGAN ISLAM

Perasaan cinta kasih memang sudah fitrah manusia yang merupakan hal wajar dan tidak haram disisi Islam. Akan tetapi, manusia perlu memahami makna dan tujuan cintanya. Dan sayangnya, para remaja cenderung salah persepsi tentang arti dan maksud cinta. Ketika mereka tertarik pada lawan jenisnya, mereka menganggap bahwa itulah cinta. Dan karena gejolak rasa yang begitu besar, mereka rela melakukan apa saja demi pasangannya, hingga mengabaikan norma-norma, dan melakukan hal-hal yang kelewat batas.

Rekan-Rekanita yang berbahagia, itu adalah kesimpulan yang mudah tentang cinta. Cinta perlu difahami sebagai rasa kasih sayang yang penuh rasa hormat, tanggungjawab, kesetiaan, komitmen, keikhlasan, bermaruah, dan ada matlamat. Dan jika ciri-ciri tersebut tidak ada dalam apa yang dikatakan sebagai cinta, maka hubungan sedemikian sekadar satu permainan dan kepura-puraan sahaja.


TENTANG PACARAN

Istilah pacaran tidak dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan pranikah, Islam mengistilahkan "khitbah” (meminang). Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri.

Meskipun sama sama hubungan percintaan lawan jenis, tetapi ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan.

Kemudian, jika seseorang menyatakan cinta pada lawan jenisnya yang tidak dimaksudkan untuk menikahinya saat itu atau dalam waktu dekat, apakah hukumnya haram?

Tentu tidak, karena rasa cinta adalah fitrah yang diberikan allah, sebagaimana dalam firman-Nya berikut: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Terus, bagaimana menyikapi perasaan tersebut yang ada dalam hati kita?


PACARAN DALAM ISLAM : RESEP DAN SOLUSI

Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat. Karena tidak ada satu pun ayat atau hadits yang secara eksplisit/implisit melarangnya, hanya memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh.
Di antara batasan-batasan tersebut ialah:

1.      Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada zina. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina,  sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32)
(termasuk zina mata, zina tangan, zina kaki, zina telinga).

2.      Tidak menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Rasulullah SAW bersabda, "Lebih baik memegang besi yang panas daripada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya). "
3.      Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak mahramnya, karena ketiganya adalah setan." (HR. Ahmad)

4.      Sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai mahramnya." (HR. Bukhari Muslim).

5.      Harus menjaga mata dan pandangan. Allah berfirman, "Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan pandangan (dari yang haram) dan menjaga kehormatan mereka...Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka." (QS. An-Nur: 30-31)

6.      Menutup aurat
Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan: wanita yang keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh, memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai "make up" dan sebagainya, setiap langkahnya dikutuk oleh para malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya. Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium baunya surga.

Selagi batasan di atas tidak dilanggar, maka pacaran hukumnya boleh. Tetapi persoalannya mungkinkah pacaran tanpa berpandang-pandangan, berpegangan, bercanda ria, berciuman, dan lain sebagainya?

Kalau Rekan-Rekanita merasa mampu berpegang pada batasan-batasan tersebut, silakan berpacaran.

Tetapi kalau tidak, demi keselamatan kita sendiri, mungkin kita bisa memperhatikan solusi dari Nabi saw, yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud:

"Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu,
dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.”


Cinta adalah kekuatan yg mampu:
mengubah duri jadi mawar
mengubah cuka jadi anggur
mengubah sedih jadi riang
mengubah duka jadi suka
mengubah musibah jadi muhibah.
Namun, cinta juga bisa:
mengubah mawar menjadi duri
mengubah anggur jadi cuka
mengubah riang jadi sedih
mengubah suka jadi duka
mengubah muhibbah jadi musibah
Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu.
Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu.
{ Malik bin Dinar (Hilyatul Auliyaa’) }

 


Komentar